Di Sarawak, Umat Islam Hanya 37 Persen

SARAWAK yang merupakan negeri di Malaysia memiliki luas wilayah terbesar di antara wilayah negeri lainnya di Malaysia. Namun, luas wilayahnya ini tidak diiringi dengan banyaknya umat Islam di negeri Sarawak.

Pejabat JAKIM Cawangan Sarawak (kiri) berbincang tentang kondisi umat Islam.

Pejabat JAKIM Cawangan Sarawak (kiri) berbincang tentang kondisi umat Islam.

Jika kita penggemar musik Mungkin tak asing mendengar nama Anita Sarawak. Ya nama belakang penyanyi dari negeri Jiran itu diambil dari nama wilayah di Malaysia. Sarawak terletak di bagian utara Kalimantan yang dibatasi oleh Brunei di bagian utara, laut China Selatan di bagian timur, Kalimantan Barat, Tengah dan Timur di bagian selatan.
Perbatasan darat dengan ketiga provinsi tersebut mencapai 2.000 km. Dan wilayahnya mayoritas masih berupa hutan.  Secara prosentase umat Islam di Sarawak lebih kecil jika dibandingkan dengan prosentase umat Islam di Sabah. Hanya 37 persen penduduknya yang beragama Islam. Sisanya adalah nasrani dan Budha. Sebab, penduduk Sarawak ramai dihuni etnis China.
Sama seperti halnya di wilayah Sabah. Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) cawangan Sarawak dibantu Non Government Organizattion (NGO) berupa HIKMAH, PERKIM, dan YADIM. Berbagai program telah dilaksanakan untuk pengembangan Islam di wilayah negeri tersebut.
Pengembangan Islam di Sarawak berbeda dengan di Sabah, hal ini yang menyebabkan pertumbuhan Islam di Sarawak tidak secepat di Sabah. Jika di Sabah menggunakan konsep mementingkan kuantitas, maka di Sarawak lebih mementingkan kualitas.
Perbedaan konsep inilah yang membuat pengembangan Islam terhambat. Jika kualitas lebih diutamakan maka akan susah untuk menggenjot kuantitas. Tapi sebaliknya, jika kuantitas diutamakan, maka untuk meningkatkan kualitas akan lebih mudah.
Pembinaan dilakukan di daerah terpencil. Sarawak memiliki daerah pedalaman untuk suku dayak (sebutan di Indonesia). Sebutan desa disebut dengan Long. Diantaranya, Long Semado, Long Lutok, Long Merarap dan Long Ugong.
Pembinaan Islam dilakukan di daerah-daerah pedalaman tersebut. Untuk menempuh suatu daerah yang masih dihuni oleh suku dayak cukuplah sulit. Di antaranya, melalu jalan darat ke Kapit selama tiga jam, lalu dilanjutnkan tiga jam perjalanan ke Putai dan melalui sungai selama enam jam dengan speed boat.
Praktik pembinaan di antaranya dalah pelaksanaan pengurusan mayat. Untuk hal ini, kondisinya sama dengan suku laut di Pulau. Pak Din yang tinggal di Pulau Air Mas mengeluhkan kondisi ini pada Muhammadiyah. Ia tidak tahu bagaimana menguburkan jenazah ketika anaknya meninggal dunia. Sebagian, suku laut pun masih mengubur jenazah dan ditancamkan sejenis kayu atau bambu. Tujuannya, agar jenazah tadi dapat bernafas.
Selain itu, JAKIM juga melaksanakan pembangunan masjid atau surau di pedalaman yakni di Kampung Serayan. Lokasinya sekitar seratus kilo meter dari Kota Khucing. Untuk mencapai lokasi dapat dilakukan melalui jalur darat dan harus melewati sungai. Di salah satu jalur harus menggunakan kapal ro ro untuk mengangkut kendaraan yang menuju lokasi tersebut.
Surau yang dibangun dinamakan surau Darus Salam. Bangunan surau itu dua tingkat. Namun, tak tampak tanda-tanda masyarakat di sekitar surau. Terutama anak-anak. Sebab, biasanya mereka berkebun atau mencari ikan. Sore baru balik ke rumah.
Hal ini berbeda dengan di pulau-pulau di Batam. Pembinaan Islam dilaksanakan dengan menempatkan dai dan mengajarkan anak-anak sekitar. (***)

Tinggalkan komentar